Minggu, 13 Oktober 2013

Stress; The Electrocardiograph of Life.




Anda pernah mengalami stress? Atau jangan-jangan belum tahu apa itu stress?
Hmm...

Pernah merasa tertekan banget karena banyak pekerjaan yang harus dilakukan dengan segudang deadline?

Pernah ngerasa kangen banget sama pacar sampe dada rasanya nyesek? Tertekan kan?

Trus pernah ngerasain LDR, trus ketemu pacar udah kayak ngerayain Hari Raya Galungan yang cuma 6 bulan sekali? Tertekan banget kan?

Atau pernah ngerasain pacaran yang udah 4 tahun tapi belum juga ngedapetin restu dari orang tua pacar dan malah pacar udah dikenalin sama fotografer atau anak koas? Kasian bangeet yang ngalamin kejadian kayak gini.

Atau malah pernah ngerasain lagi-banyak-kerjaan-dengan-deadline-numpuk-trus-kangen-banget-sama-pacar-sampe-dada-rasanya-nyesek-karena-udah-lama-banget-gak-ketemu-dan-ngejalanin-LDR-dengan-tanpa-restu-orang-tua-pacar-selama-hampir-4-tahun-ditambah-pacar—udah-dikenalin-sama-fotografer-dan-anak-koas ? Pernah?
GUE BANGET MAH KALO GITU! GAK TAU GIMANA STRESNYA? MAKANYA COBAIN! Wooosaaah. Nyebut men. Nyebut. Tenang. Eh tapi seru lo cobain gih gimana rasanya kayak gini! Bahaha! #Curhat #LDRnyaritemen

Nah itu beberapa kejadian yang bisa menjadi sedikit contoh dari sekian ribu-bahkan-jutaan kejadian yang bisa membuat stress. Jadi udah tau kayak gimana stress itu kan? Pengertiannya udah dapet? Sulit rasanya kan? Siapa suruh idup.

Jadi menurut teori, stress menurut Robbins (2001) diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Sedangkan menurut Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
Jadi intinya stress dapat diartikan sebagai suatu kondisi tertekan yang memaksa individu untuk beradaptasi terhadap kondisi tersebut atau lingkungannya. Gak enak kan rasanya ngalamin stress? Tapi jangan salah, keadaan stress juga memiliki sisi positif yang akan dijelaskan di akhir artikel ini.
Sebelum mengenal sisi positif si stress ini sebaiknya kita mengenal dulu jenis-jenis stress yang bisa saja terjadi pada diri kita dan cara menanggulanginya. Menurut tipenya, stress psikologis dapat dibagi menjadi 4, diantaranya:
§         Pressure : ciri-cirinya bisa berasal dari internal (misal: ambisi) maupun eksternal (misal: kompetisi di lingkungan) bahkan dapat berupa gabungan keduanya.  Apabila terlalu keras menuntut diri sendiri, muncul perilaku  self-defeating, dimana diri kita kalah dengan tuntutan kita sendiri yang berlebihan (contoh: pada orang perfeksionis). Tekanan lingkungan lainnya, seperti menghadapi ujian, tagihan hutang.
§         Frustrasi (Frustration).  Muncul karena adanya hambatan terhadap motif atau perilaku kita dalam mencapai tujuan. Dapat muncul akibat tidak adanya objek tujuan yang sesuai, misal: saat lapar, tidak ada makanan; atau adanya penundaan, misal: menunggu lampu lalu-lintas hijau; atau adanya rintangan sosial, misal: ingin jadi juara menyanyi tapi tidak pernah punya kesempatan. Tingkat frustrasi tertentu merupakan bagian dari proses pertumbuhan (contoh: masa remaja masa matang fisik dan seksual sehingga ingin independen, padahal secara ekonomi masih dependen pada orangtua). Frustrasi dapat menimbulkan kemarahan dan perilaku yang agresif, semakin rendah toleransi kita terhadap frustrasi maka semakin mudah kita untuk cenderung menjadi agresif.
§         Konflik. Muncul ketika individu berada dalam kondisi di bawah tekanan untuk merespon dua atau lebih dorongan yang saling bertentangan secara simultan atau bersamaan.  Konflik dibedakan berdasar nilai dari masing-masing pilihan; jika pilihannya memiliki tujuan yang positif bagi individu maka dinamakan sebagai  approach tendency. Sedangkan jika pilihannya memiliki tujuan negatif dinamakan  avoidance tendency. Macam-macam konflik:
a.      approach-approach conflict: dua pilihan yang masing-masing memiliki alternatif yang diinginkan.
b.      avoidance-avoidance conflict: dua pilihan yang sama-sama memiliki konsekuensi negatif. 
c.      approach-avoidance conflict: satu objek memiliki konsekuensi positif maupun negatif.
d.      double approach-avoidance: conflict dua alternatif yang sama-sama punya konsekuensi positif dan negatif.
§         Cemas.  Merupakan  perasaan samar-samar, rasa yang tidak mudah untuk merasakan bahaya di masa yang akan datang. Simtom cemas: jantung berdebar, ketegangan otot, keringat dingin.  Secara psikologis dianggap wajar jika dalam intensitas yang normal, karena kecemasan merupakan tanda alarm yang memperingatkan kita bahwa bahaya sudah dekat dan membangkitkan kita untuk  meresponnya secara tepat.  Stres terhadap kecemasan dipelajari dan berfungsi dalam hubungannya dengan perasaan aman. Kecemasan taraf ringan-sedang : menstimulasi individu menjadi lebih waspada dan resposif pada situasi yang membutuhkan perhatian lebih (fascilitating anxiety). Kecemasan yang berlebihan : memperburuk performa kita (debilitating anxietyi). Beda kecemasan dengan rasa takut:
-  rasa takut: jika merasa terancam pada sesuatu yang spesifik & jelas letaknya
- cemas : lebih subjektif dan umum ancamannya, lebih stressful, karena ancaman tidak diketahui objek dan efeknya; lebih mudah terakumulasi sehingga membuat berkurangnya kesadaran dan memburuknya performa kita.

Setelah dilihat jenis-jenis stres yang ada, jadi dari contoh paling atas yang kita (lebih tepatnya saya) alami termasuk jenis yang mana? Dengan berbekal pengetahuan (sangat tidak) tinggi dan harap-harap-cemas-takut-salah-menganalisis, dapat saya simpulkan stress yang kita (tepatnya saya) alami termasuk pada Pressure dan Frustrasi. Kenapa? Jangan tanyakan kenapa, ya setidaknya berikan saya waktu merenung untuk berpikir kenapa. Hmm. Ya gitu deh pokoknya, pastinya karena tugas yang dikejar deadline termasuk Pressure dan harapan yang ingin direstui tapi belum terkabul termasuk pada Frustrasi. Bener kan? Bener dong.
Kalo sekarang udah tahu jenis-jenis stress apa aja, jadi gimana dong cara ngatasinnya? Nangis sambil garuk-garuk tanah? Atau malah nyilet-nyilet pergelangan tangan? Man that was so childish. Although anak-anak gak pernah se childish sampe nyilet-nyilet tangan, wong liat jarum suntik aja udah lari terbirit-birit. #apasih

Jadi menurut teori, ada beberapa cara untuk mengatasi simtom stress tersebut, diantaranya:
1) Yang bersifat tak disadari: seringkali dilakukan adalah defense mechanisms (mekanisme pertahanan diri atau ego).
2)  Yang bersifat disadari: membicarakannya dengan orang lain; melakukan pekerjaan lain yang mengurangi simtom stres; tertawa. 

Nah lo, trus apa itu mekanisme pertahanan diri? Mekanisme pertahanan diri merupakan reaksi awal dalam kehidupan manusia untuk menjaga diri mereka dari kelebihan dosis intensif dari adanya stres psikologis. Mekanisme pertahanan diri digunakan oleh self (=ego, dalam Psikoanalisa) untuk melindungi dari segala ancaman. Sifatnya kebanyakan tak disadari, otomatis muncul saat individu menghadapi ancaman baik dengan kesadaran minimum atau tidak sama sekali. Tujuannya meredakan ketegangan akibat stres. Biasanya muncul karena terpicu adanya: kecemasan, konflik, atau frustrasi. Kemunculannya berbeda antar individu (ada yang saat benar-benar terdesak, ada yang jadi bagian kesehariannya). Patologis bila ada self-deception  (pengingkaran atau pembohongan diri), disamping distorsi realita, kepercayaan berlebihan pada nasib. Jenisnya:
1) Represi (repression). Berusaha menekan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan ke bawah sadar (motivated forgetting) fungsi normal kembali. Akibatnya membebaskan dari ketidaknyamanan akibat selalu waspada pada ancaman, tetapi mempersempit kesadaran kita, membuat perilaku jadi kaku.
2) Supresi (supression). Upaya sadar individu untuk mengendalikan keinginan-keinginan yang memunculkan kecemasan, dan mengekspresikannya pada waktu tertentu saja. Proses yang lebih ‘sehat’ karena sangat kecil nilai self-deception nya. Berusaha menolak atau menghambat realita internal.
3) Pengingkaran (Denial). Menolak melihat atau mendengar aspek realita yang tidak menyenangkan atau mengancam. Menolak pengakuan eksternal atau realita sosial.
4) Rasionalisasi. Usaha untuk memberikan alasan pada perilaku yang tidak diterima dalam cara yang diterima sosial dan rasional. Nilai self-deception sangat besar, mirip dengan berbohong atau mengingkari orang lain.
5) Regresi. Mengurangi ketegangan dalam dirinya dengan bertingkah laku mencari perhatian (seperti anak kecil; merajuk, marah) agar diperhatikan. Mundur pada fase perkembangan sebelumnya.
6) Proyeksi. Upaya individu untuk melemparkan penyebab frustrasinya pada orang lain. Misal: cinta orang lain, tapi takut bilang, yang muncul adalah bilang dicintai orang tersebut.
7) Reaksi-formasi. Mengalihkan motif yang dimiliki ke motif lain yang berlawanan, sebagai upaya mengurangi kecemasan yang muncul akibat motif pertama yang tadi tidak diterima superego atau moral. Contoh: benci orangtua, tampil sebagai anak yang sayang pada orangtua berlebihan.
8) Sublimasi (displacement). Tidak tercapainya suatu motif tertentu, yang kemudian dialihkan pada motif yang sejenis tapi beda kegiatan. Misal: ingin jadi dokter – suka terlibat menolong orang.
9)  Acting Out. Membebaskan tegangan dari impuls yang tidak dapat diterima dgn mengekspresikannya secara simbolik. Misal: ingin merasa independen dari orangtua maka remaja jadi tampil modis, bolos sekolah,  penundaan atau mogok, seks bebas, tawuran. Sifatnya tidak disadari.
10) Fantasi. Membebaskan tekanan dengan tindakan imajinasi. Tetapi tidak semua imajinasi merupakan bagian dari defens. Misal: melamun, yakin bahwa jadi tokoh dalam film, tokoh dalam film kaya seperti harapannya (ada unsur  self-deception, distorsi realita).

Jadi, dari berbagai cara mengatasi simtom stress, cara mana yang saya gunakan? Mau tau? Gak usah kepo deh. #PenontonKecewa

Well, cara yang selama ini saya gunakan mungkin tidak semuanya produktif. Untuk masalah yang berhubungan dengan tugas tentu cara mengatasinya dengan menyelesaikannya dengan cepat, karena kita tidak punya pilihan lain selain mengerjakan dengan sepenuh hati dan menunggu hasil sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi jika sudah masalah mengenai hati, yang bisa saya lakukan hanya bercerita, supresi dan sedikit fantasi. Tidak produktif kan? Memang tidak ada masalah hati yang terselesaikan menggunakan cara tersebut,  tapi apa yang bisa saya lakukan sekarang? Pendekatan dengan orang tuanya? Bagaimana bisa saya berusaha mendekati orang tua pacar kalau baru sedikit saja dia (pacar saya) diketahui berpacaran, orang tuanya sudah main tangan? Apa saya harus tetap bersikukuh berusaha mendekati orang tua pacar dengan konsekuensi pacar saya yang notabene anak dari kedua orangtuanya menjadi sasaran perlakuan kasar? Apakah anda akan memilih melakukan hal tersebut? Saya sendiri memilih untuk diam dan tidak terlalu berani menunjukkan diri. Biarlah waktu yang menentukan, dan tentunya saya pasti selalu berharap yang terbaik bagi kami berdua. Sudahlah, jalani saja, kalau berakhir bahagia, ya astungkara, kalau berbeda dengan harapan, ya digunakan sebagai pengalaman saja.

Baiklah, sesuai dengan yang saya janjikan tadi, selain menceritakan hal-hal negatif dari stress, saya juga akan menceritakan hal positif dari stress. Seperti yang dikutip dari viva.co.id , stress memiliki beberapa efek positif, diantaranya:

1. Mendorong orang berpikir kreatif
Banyak penulis atau artis mengungkap proses kreatif justru muncul sebagai akibat dari frustrasi dan stres. Menurut Larina Kase, Ph.D., seorang psikolog dan penulis buku "The Confident Leader: How the Most Successful People Go from Effective to Exceptional", hal itu bisa terjadi karena sebuah alasan.

"Stres sering mendahului atau menyertai suatu terobosan kreatif. Jika pikiran kita benar-benar tenang dan santai, justru tidak perlu alasan untuk melihat hal-hal berbeda. Stres akan meningkat terutama ketika menghadapi hal baru yang terjadi karena perubahan. Hasil akhir dari proses kreatif yang disertai stres akan sedikit mengintimidasi, karena reaksi orang lain," kata Kase, seperti VIVAnews kutip dari Shine.

2. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh
Penelitian menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh dapat mengambil keuntungan dari stres. "Stres jangka pendek dapat membantu sistem kekebalan tubuh," ujar Mark Goulston, MD, seorang psikiater klinis dan penulis buku "Get Out of Your Own Way:Overcoming Self-Defeating Behavior".

Goulston menjelaskan, ketika hormon kortisol atau hormon stres dilepaskan, akan meningkatkan kekebalan tubuh. Itu adalah proses keseimbangan. Meskipun stres jangka pendek dapat menjaga tubuh dari penyakit, ia memperingatkan bahwa terlalu banyak stres dapat menyebabkan kelebihan kortisol. Hal ini bisa memicu obesitas, diabetes, dan penyakit kardiovaskuler.

3. Membuat Tubuh lebih fit
Olahraga seperti, angkat berat, berjalan atau lari selama 45 menit, bisa membuat tubuh berkeringat. Selain itu, stres juga bisa menjadi olahraga yang baik. Hal itu menurut Jessica Matthews, MS, koordinator pendidikan berkelanjutan untuk American Council on Exercise (ACE)

"Stres merupakan latihan ringan yang bisa membuat tubuh lebih sehat. Dari perspektif fisiologis, stres ditempatkan sebagai tuntutan, dan bisa membantu latihan menjadi lebih efisien," kata Matthews.

4. Membantu memecahkan masalah
Stres sering dipicu karena munculnya dari dilema dalam diri Anda, atau ketika "dipaksa" membuat keputusan besar? Rasa kekhawatiran ini sebenarnya bermanfaat. "Stres menunjukkan nilai-nilai yang kita miliki. Ja kita tidak peduli tentang sesuatu, kita tidak akan khawatir tentang hal itu," kata Goulstin.

Jadi, dengarkan stres bisa jadi penanda untuk memberitahu Anda agar mendengarkan intuisi. Memang sulit mendengar intuisi, ketika Anda berada dalam rasa khawatir dan stres. Sehingga Anda akan "memaksa" diri untuk istirahat, berjalan-jalan, tidur nyenyak atau pergi keluar untuk makan.
  
5. Pemulihan
Penelitian menunjukkan hubungan antara stres jangka pendek sebelum bedah atau prosedur medis, membuat pemulihan lebih sukses. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa stres dapat menekan produksi estrogen, pemicu utama perkembangan kanker payudara.
"Respons stres dapat memperingatkan kita adanya tantangan, bahaya, atau bahkan kesempatan. Stres juga memicu pelepasan adrenalin, dan gelombang adrenalin dapat membantu Anda lebih fokus dan berpikir jernih," ujar Dr. Goulston menjelaskan.
Hal di dunia ini tidak terlepas dari sisi positif dan sisi negatif. Begitu juga dengan stress, setelah ditelaah ternyata stress memiliki efek positif juga kan?
Jika hidup tanpa stress bagaimana mungkin kita bisa tumbuh menjadi orang yang lebih kuat dari sebelumnya? Keadaan berada di posisi atas dengan penuh kesenangan memang menyenangkan, tapi bagaimana mungkin kita bisa lebih menghargai kesenangan tersebut jika kita tidak pernah berada di posisi terbawah, terpuruk dan berusaha sepenuh tenaga untuk bangkit?

Posisi yang suatu saat berada di atas dan suatu saat berada di bawah inilah yang menandakan kita masih hidup, bukankah hal tersebut seperti grafik pada electrocardiography? Turun naik grafik inilah yang menandakan hidup kita tetap berjalan, bukan hanya garis lurus stagnan layaknya manusia mati yang tanpa fungsi tumbuh.

Jadi jangan menyerah, tetap berusaha, tak peduli berapa kali kamu terjatuh dan berdiri, justru berbahagialah, karena itu berarti dirimu masih “hidup” !

Keep moving forward and built your own electrocardiograph’s graphic! J


Referensi:
Lubis (2010). 5 Efek Positif Stres. http://life.viva.co.id/news/read/140660-penyebab_wanita_lebih_mudah_tertular_hiv. 13 Oktober 2013.

Sari Dewi, Kartika (2012). Buku Ajar Kesehatan Mental. Semarang: UPT UNDIP Press Semarang.