Anda
pernah mengalami stress? Atau jangan-jangan belum tahu apa itu stress?
Hmm...
Pernah
merasa tertekan banget karena banyak pekerjaan yang harus dilakukan dengan
segudang deadline?
Pernah
ngerasa kangen banget sama pacar sampe dada rasanya nyesek? Tertekan kan?
Trus
pernah ngerasain LDR, trus ketemu pacar udah kayak ngerayain Hari Raya Galungan yang cuma 6
bulan sekali? Tertekan banget kan?
Atau
pernah ngerasain pacaran yang udah 4 tahun tapi belum juga ngedapetin restu
dari orang tua pacar dan malah pacar udah dikenalin sama fotografer atau anak
koas? Kasian bangeet yang ngalamin kejadian kayak gini.
Atau
malah pernah ngerasain lagi-banyak-kerjaan-dengan-deadline-numpuk-trus-kangen-banget-sama-pacar-sampe-dada-rasanya-nyesek-karena-udah-lama-banget-gak-ketemu-dan-ngejalanin-LDR-dengan-tanpa-restu-orang-tua-pacar-selama-hampir-4-tahun-ditambah-pacar—udah-dikenalin-sama-fotografer-dan-anak-koas
? Pernah?
GUE
BANGET MAH KALO GITU! GAK TAU GIMANA STRESNYA? MAKANYA COBAIN! Wooosaaah.
Nyebut men. Nyebut. Tenang. Eh tapi seru lo cobain gih gimana rasanya kayak
gini! Bahaha! #Curhat #LDRnyaritemen
Nah itu
beberapa kejadian yang bisa menjadi sedikit contoh dari sekian
ribu-bahkan-jutaan kejadian yang bisa membuat stress. Jadi udah tau kayak
gimana stress itu kan? Pengertiannya udah dapet? Sulit rasanya kan? Siapa suruh
idup.
Jadi
menurut teori, stress menurut Robbins (2001)
diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam
mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat
batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stress dikaitkan dengan
penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi
keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun
dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
Sedangkan menurut Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan
yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang
terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
lingkungannya.
Jadi intinya stress dapat diartikan sebagai suatu kondisi
tertekan yang memaksa individu untuk beradaptasi terhadap kondisi tersebut atau
lingkungannya. Gak enak kan rasanya ngalamin stress? Tapi jangan salah, keadaan
stress juga memiliki sisi positif yang akan dijelaskan di akhir artikel ini.
Sebelum mengenal sisi
positif si stress ini sebaiknya kita mengenal dulu jenis-jenis stress yang bisa
saja terjadi pada diri kita dan cara menanggulanginya. Menurut tipenya, stress psikologis
dapat dibagi menjadi 4, diantaranya:
§
Pressure : ciri-cirinya bisa berasal dari internal
(misal: ambisi) maupun eksternal (misal: kompetisi di lingkungan) bahkan dapat
berupa gabungan keduanya. Apabila
terlalu keras menuntut diri sendiri, muncul perilaku self-defeating, dimana diri kita kalah dengan tuntutan kita sendiri
yang berlebihan (contoh: pada orang perfeksionis). Tekanan lingkungan lainnya, seperti menghadapi ujian, tagihan hutang.
§
Frustrasi (Frustration).
Muncul karena adanya hambatan terhadap motif atau perilaku kita dalam
mencapai tujuan. Dapat muncul akibat tidak adanya objek tujuan yang sesuai,
misal: saat lapar, tidak ada makanan; atau adanya penundaan, misal: menunggu
lampu lalu-lintas hijau; atau adanya rintangan sosial, misal: ingin jadi juara
menyanyi tapi tidak pernah punya kesempatan. Tingkat frustrasi tertentu
merupakan bagian dari proses pertumbuhan (contoh: masa remaja masa matang fisik
dan seksual sehingga ingin independen, padahal secara ekonomi masih dependen
pada orangtua). Frustrasi dapat menimbulkan kemarahan dan perilaku yang
agresif, semakin rendah toleransi kita terhadap frustrasi maka semakin mudah
kita untuk cenderung menjadi agresif.
§
Konflik. Muncul ketika individu berada dalam kondisi di bawah
tekanan untuk merespon dua atau lebih dorongan yang saling bertentangan secara
simultan atau bersamaan. Konflik
dibedakan berdasar nilai dari masing-masing pilihan; jika pilihannya memiliki
tujuan yang positif bagi individu maka dinamakan sebagai approach tendency. Sedangkan jika pilihannya
memiliki tujuan negatif dinamakan
avoidance tendency. Macam-macam konflik:
a. approach-approach
conflict: dua pilihan yang masing-masing memiliki alternatif yang diinginkan.
b.
avoidance-avoidance
conflict: dua pilihan yang sama-sama memiliki konsekuensi negatif.
c. approach-avoidance
conflict: satu objek memiliki konsekuensi positif maupun negatif.
d. double
approach-avoidance: conflict dua alternatif yang sama-sama punya konsekuensi
positif dan negatif.
§
Cemas. Merupakan perasaan samar-samar, rasa yang tidak mudah
untuk merasakan bahaya di masa yang akan datang. Simtom cemas: jantung
berdebar, ketegangan otot, keringat dingin.
Secara psikologis dianggap wajar jika dalam intensitas yang normal,
karena kecemasan merupakan tanda alarm yang memperingatkan kita bahwa bahaya
sudah dekat dan membangkitkan kita untuk
meresponnya secara tepat. Stres
terhadap kecemasan dipelajari dan berfungsi dalam hubungannya dengan perasaan
aman. Kecemasan taraf ringan-sedang : menstimulasi individu menjadi lebih waspada
dan resposif pada situasi yang membutuhkan perhatian lebih (fascilitating
anxiety). Kecemasan yang berlebihan : memperburuk performa kita (debilitating
anxietyi). Beda kecemasan dengan rasa takut:
- rasa takut: jika merasa terancam pada sesuatu
yang spesifik & jelas letaknya
- cemas
: lebih subjektif dan umum ancamannya, lebih stressful, karena ancaman tidak
diketahui objek dan efeknya; lebih mudah terakumulasi sehingga membuat
berkurangnya kesadaran dan memburuknya performa kita.
Setelah dilihat jenis-jenis stres yang ada,
jadi dari contoh paling atas yang kita (lebih tepatnya saya) alami termasuk
jenis yang mana? Dengan berbekal pengetahuan (sangat tidak) tinggi dan
harap-harap-cemas-takut-salah-menganalisis, dapat saya simpulkan stress yang kita
(tepatnya saya) alami termasuk pada Pressure dan Frustrasi. Kenapa? Jangan
tanyakan kenapa, ya setidaknya berikan saya waktu merenung untuk berpikir
kenapa. Hmm. Ya gitu deh pokoknya, pastinya karena tugas yang dikejar deadline
termasuk Pressure dan harapan yang ingin direstui tapi belum terkabul termasuk
pada Frustrasi. Bener kan? Bener dong.
Kalo sekarang udah tahu jenis-jenis stress
apa aja, jadi gimana dong cara ngatasinnya? Nangis sambil garuk-garuk tanah?
Atau malah nyilet-nyilet pergelangan tangan? Man that was so childish. Although
anak-anak gak pernah se childish sampe nyilet-nyilet tangan, wong liat jarum
suntik aja udah lari terbirit-birit. #apasih
Jadi menurut teori, ada beberapa cara untuk
mengatasi simtom stress tersebut, diantaranya:
1) Yang bersifat tak disadari: seringkali
dilakukan adalah defense mechanisms (mekanisme pertahanan diri atau ego).
2) Yang
bersifat disadari: membicarakannya dengan orang lain; melakukan pekerjaan
lain yang mengurangi simtom stres; tertawa.
Nah lo, trus apa itu mekanisme pertahanan
diri? Mekanisme pertahanan diri merupakan reaksi awal dalam kehidupan manusia
untuk menjaga diri mereka dari kelebihan dosis intensif dari adanya stres
psikologis. Mekanisme pertahanan diri
digunakan oleh self (=ego, dalam Psikoanalisa) untuk melindungi dari segala
ancaman. Sifatnya kebanyakan tak disadari, otomatis muncul saat individu
menghadapi ancaman baik dengan kesadaran minimum atau tidak sama sekali.
Tujuannya meredakan ketegangan akibat stres. Biasanya muncul karena terpicu
adanya: kecemasan, konflik, atau frustrasi. Kemunculannya berbeda antar
individu (ada yang saat benar-benar terdesak, ada yang jadi bagian
kesehariannya). Patologis bila ada self-deception (pengingkaran atau pembohongan diri),
disamping distorsi realita, kepercayaan berlebihan pada nasib. Jenisnya:
1) Represi (repression). Berusaha menekan pengalaman-pengalaman yang
tidak menyenangkan ke bawah sadar (motivated forgetting) fungsi normal kembali.
Akibatnya membebaskan dari ketidaknyamanan akibat selalu waspada pada ancaman,
tetapi mempersempit kesadaran kita, membuat perilaku jadi kaku.
2) Supresi (supression). Upaya sadar individu untuk mengendalikan
keinginan-keinginan yang memunculkan kecemasan, dan mengekspresikannya pada
waktu tertentu saja. Proses yang lebih ‘sehat’ karena sangat kecil nilai self-deception
nya. Berusaha menolak atau menghambat realita internal.
3) Pengingkaran (Denial). Menolak melihat atau mendengar aspek realita
yang tidak menyenangkan atau mengancam. Menolak pengakuan eksternal atau
realita sosial.
4) Rasionalisasi. Usaha untuk memberikan alasan pada perilaku yang
tidak diterima dalam cara yang diterima sosial dan rasional. Nilai self-deception sangat besar,
mirip dengan berbohong atau mengingkari orang lain.
5) Regresi. Mengurangi ketegangan dalam dirinya dengan bertingkah laku
mencari perhatian (seperti anak kecil; merajuk, marah) agar diperhatikan. Mundur pada fase perkembangan sebelumnya.
6) Proyeksi. Upaya individu untuk melemparkan penyebab frustrasinya
pada orang lain. Misal: cinta orang lain,
tapi takut bilang, yang muncul adalah bilang dicintai orang tersebut.
7) Reaksi-formasi. Mengalihkan motif yang dimiliki ke motif lain yang
berlawanan, sebagai upaya mengurangi kecemasan yang muncul akibat motif pertama
yang tadi tidak diterima superego atau moral. Contoh: benci orangtua, tampil
sebagai anak yang sayang pada orangtua berlebihan.
8) Sublimasi (displacement). Tidak tercapainya suatu motif tertentu,
yang kemudian dialihkan pada motif yang sejenis tapi beda kegiatan. Misal:
ingin jadi dokter – suka terlibat menolong orang.
9) Acting
Out. Membebaskan tegangan dari impuls yang tidak dapat diterima dgn
mengekspresikannya secara simbolik. Misal: ingin merasa independen dari
orangtua maka remaja jadi tampil modis, bolos sekolah, penundaan atau mogok, seks bebas, tawuran.
Sifatnya tidak disadari.
10) Fantasi. Membebaskan tekanan dengan tindakan imajinasi. Tetapi
tidak semua imajinasi merupakan bagian dari defens. Misal: melamun, yakin bahwa
jadi tokoh dalam film, tokoh dalam film kaya seperti harapannya (ada unsur self-deception, distorsi realita).
Jadi, dari berbagai cara mengatasi simtom
stress, cara mana yang saya gunakan? Mau tau? Gak usah kepo deh.
#PenontonKecewa
Well, cara yang selama ini saya gunakan
mungkin tidak semuanya produktif. Untuk masalah yang berhubungan dengan tugas
tentu cara mengatasinya dengan menyelesaikannya dengan cepat, karena kita tidak
punya pilihan lain selain mengerjakan dengan sepenuh hati dan menunggu hasil
sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi jika sudah masalah mengenai hati, yang
bisa saya lakukan hanya bercerita, supresi dan sedikit fantasi. Tidak produktif
kan? Memang tidak ada masalah hati yang terselesaikan menggunakan cara
tersebut, tapi apa yang bisa saya
lakukan sekarang? Pendekatan dengan orang tuanya? Bagaimana bisa saya berusaha
mendekati orang tua pacar kalau baru sedikit saja dia (pacar saya) diketahui
berpacaran, orang tuanya sudah main tangan? Apa saya harus tetap bersikukuh
berusaha mendekati orang tua pacar dengan konsekuensi pacar saya yang notabene
anak dari kedua orangtuanya menjadi sasaran perlakuan kasar? Apakah anda akan
memilih melakukan hal tersebut? Saya sendiri memilih untuk diam dan tidak
terlalu berani menunjukkan diri. Biarlah waktu yang menentukan, dan tentunya saya
pasti selalu berharap yang terbaik bagi kami berdua. Sudahlah, jalani saja,
kalau berakhir bahagia, ya astungkara, kalau berbeda dengan harapan, ya
digunakan sebagai pengalaman saja.
Baiklah,
sesuai dengan yang saya janjikan tadi, selain menceritakan hal-hal negatif dari
stress, saya juga akan menceritakan hal positif dari stress. Seperti yang
dikutip dari viva.co.id , stress memiliki beberapa efek positif, diantaranya:
1. Mendorong orang berpikir kreatif
Banyak
penulis atau artis mengungkap proses kreatif justru muncul sebagai akibat dari
frustrasi dan stres. Menurut Larina Kase, Ph.D., seorang psikolog dan penulis
buku "The Confident Leader: How the Most Successful People Go from
Effective to Exceptional", hal itu bisa terjadi karena sebuah alasan.
"Stres
sering mendahului atau menyertai suatu terobosan kreatif. Jika pikiran kita
benar-benar tenang dan santai, justru tidak perlu alasan untuk melihat hal-hal
berbeda. Stres akan meningkat terutama ketika menghadapi hal baru yang terjadi
karena perubahan. Hasil akhir dari proses kreatif yang disertai stres akan
sedikit mengintimidasi, karena reaksi orang lain," kata Kase, seperti VIVAnews kutip dari Shine.
2. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh
Penelitian
menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh dapat mengambil keuntungan dari stres.
"Stres jangka pendek dapat membantu sistem kekebalan tubuh," ujar
Mark Goulston, MD, seorang psikiater klinis dan penulis buku "Get Out of
Your Own Way:Overcoming Self-Defeating Behavior".
Goulston
menjelaskan, ketika hormon kortisol atau hormon stres dilepaskan, akan
meningkatkan kekebalan tubuh. Itu adalah proses keseimbangan. Meskipun stres
jangka pendek dapat menjaga tubuh dari penyakit, ia memperingatkan bahwa
terlalu banyak stres dapat menyebabkan kelebihan kortisol. Hal ini bisa memicu
obesitas, diabetes, dan penyakit kardiovaskuler.
3. Membuat Tubuh lebih fit
Olahraga
seperti, angkat berat, berjalan atau lari selama 45 menit, bisa membuat tubuh
berkeringat. Selain itu, stres juga bisa menjadi olahraga yang baik. Hal itu
menurut Jessica Matthews, MS, koordinator pendidikan berkelanjutan untuk
American Council on Exercise (ACE)
"Stres
merupakan latihan ringan yang bisa membuat tubuh lebih sehat. Dari perspektif
fisiologis, stres ditempatkan sebagai tuntutan, dan bisa membantu latihan
menjadi lebih efisien," kata Matthews.
4. Membantu memecahkan masalah
Stres
sering dipicu karena munculnya dari dilema dalam diri Anda, atau ketika
"dipaksa" membuat keputusan besar? Rasa kekhawatiran ini sebenarnya
bermanfaat. "Stres menunjukkan nilai-nilai yang kita miliki. Ja kita tidak
peduli tentang sesuatu, kita tidak akan khawatir tentang hal itu," kata
Goulstin.
Jadi,
dengarkan stres bisa jadi penanda untuk memberitahu Anda agar mendengarkan
intuisi. Memang sulit mendengar intuisi, ketika Anda berada dalam rasa khawatir
dan stres. Sehingga Anda akan "memaksa" diri untuk istirahat,
berjalan-jalan, tidur nyenyak atau pergi keluar untuk makan.
5. Pemulihan
Penelitian
menunjukkan hubungan antara stres jangka pendek sebelum bedah atau prosedur
medis, membuat pemulihan lebih sukses. Beberapa penelitian juga menunjukkan
bahwa stres dapat menekan produksi estrogen, pemicu utama perkembangan kanker
payudara.
"Respons
stres dapat memperingatkan kita adanya tantangan, bahaya, atau bahkan kesempatan.
Stres juga memicu pelepasan adrenalin, dan gelombang adrenalin dapat membantu
Anda lebih fokus dan berpikir jernih," ujar Dr. Goulston menjelaskan.
Hal di dunia ini
tidak terlepas dari sisi positif dan sisi negatif. Begitu juga dengan stress,
setelah ditelaah ternyata stress memiliki efek positif juga kan?
Jika hidup tanpa
stress bagaimana mungkin kita bisa tumbuh menjadi orang yang lebih kuat dari
sebelumnya? Keadaan berada di posisi atas dengan penuh kesenangan memang
menyenangkan, tapi bagaimana mungkin kita bisa lebih menghargai kesenangan
tersebut jika kita tidak pernah berada di posisi terbawah, terpuruk dan
berusaha sepenuh tenaga untuk bangkit?
Posisi
yang suatu saat berada di atas dan suatu saat berada di bawah inilah yang
menandakan kita masih hidup, bukankah hal tersebut seperti grafik pada
electrocardiography? Turun naik grafik inilah yang menandakan hidup kita tetap
berjalan, bukan hanya garis lurus stagnan layaknya manusia mati yang tanpa fungsi
tumbuh.
Jadi
jangan menyerah, tetap berusaha, tak peduli berapa kali kamu terjatuh dan
berdiri, justru berbahagialah, karena itu berarti dirimu masih “hidup” !
Keep moving forward and built your own
electrocardiograph’s graphic! J
Referensi:
Lubis (2010). 5
Efek Positif Stres. http://life.viva.co.id/news/read/140660-penyebab_wanita_lebih_mudah_tertular_hiv.
13 Oktober 2013.
Sari Dewi,
Kartika (2012). Buku Ajar Kesehatan
Mental. Semarang : UPT UNDIP Press Semarang .